DISKRIMINASI PERPRES NO. 138 TAHUN 2015 DAN PERMENDIKTI NO 49 THN 2015 TERHADAP UU NO.5 TAHUN 2014
Tragedi, ini bukan tragedi G30S PKI, atau tragedi semanggi pada masa silam penjatuhan ORBA, memang banyak tragedi yang terjadi dinegara Indonesia, tapi ini adalah tragedi yang menimpa PNS/ASN bahwa pada awal tahun 2014, PNS Indonesia sebagai salah satu elemen personifikasi negara, dihadiahi sebuah kado istimewa untuk perlindungan terhadap profesi mulianya, tentu disamping peningkatan kompetensi dan kualifikasi dirinya. Yakni disahkannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara.Tentu UU yang baru ini telah mengubah UU No. 8 tahun 1974 tentang pokok-pokok kepegawaian, dan telah diubah lagi dengan UU No 43 tahun 1999, yang sudah tidak sesuai dengan tuntutan nasional dan tantangan globalisasi sehingga perlu diganti lagi dengan UU yang baru yaitu UU No. 5 tahun 2014.
Dibalik maksud baik pembuatan UU ini, yakni untuk
menjadikan ASN/PNS sebagai sosok
yang berintegritas, profesional, netral, apolitis, bebas KKN, nasionalis,
Keluarga Sejahtera, Hidup Layak dan sebagainya. Ujung-ujungnya untuk meningkatkan
kesejahteraan Aparatur Sipil Negara. Ada terselip pasal yang menjegal
eksistensi ASN untuk berbuat lebih jauh
lagi bagi peningkatan tingkat kesejahteraan ini. Hal tersebut menyebabkan
keadilan profesi di Indonesia dalam mengaktualisasikan dirinya tidak setara dan
ada unsur diskriminasi. Terutama bagi profesi PNS khususnya pegawai tendik yang
berstatus PTN BH yang teramputasi
haknya memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan. Pegawai ASN yang
diserahi tugas untuk melaksanakan tugas pelayanan publik, tugas pemerintahan,
dan tugas pembangunan tertentu. serta mampu menjadi perekat persatuan dan
kesatuan bangsa,(NKRI).
Profesi PNSBahwasanya pegawai ASN, adalah sebuah profesi dan sebuah pekerjaan. pegawai ASN sama halnya dengan profesi lainnya seperti pengacara, akuntan publik, notaris, pengusaha, konsultan, artis, wartawan, petani, buruh pabrik dan sebagainya.
Sebagaimana pengertian ASN yang termaktub dalamUU Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN, bahwasanya ASN itu adalah sebuah profesi yang menyatakan bahwa : “Aparatur Sipil Negara yang selanjutnya disingkat ASN adalah profesi bagi pegawai negeri sipil dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja yang bekerja pada instansi pemerintah.”
sedangkan
dalam Perpres No. 138 tahun 2015 pasal 1
Dalam Peraturan Presiden ini yang dimaksud dengan:
1.
Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disingkat PNS atau sekarang
ASN adalah warga negara Indonesia yang memenuhi syarat tertentu, diangkat
sebagai Pegawai Aparatur Sipil Negara secara tetap oleh pejabat pembina
kepegawaian untuk menduduki jabatan pemerintahan.
2.Pegawai
di lingkungan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi adalah PNS
dan Pegawai Lainnya yang berdasarkan Keputusan Pejabat yang berwenang diangkat
dalam suatu jabatan dan bekerja secara penuh pada satuan organisasi di
lingkungan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi
3.Pegawai
Lainnya adalah pegawai yang diangkat pada jabatan yang telah mendapat
persetujuan dari
menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Pendayagunaan Aparatur
Negara dan Reformasi Birokrasi
Karena PNS/ASN
adalah profesi maka PNS/ASN
selaku warga negara berhak untuk mendapatkan perlindungan profesi dari
negara, dan ini dijamin oleh konstitusi UUD 1945 setelah diamandemen yakni; pasal 27 ayat (2) yang berbunyi
“Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi
kemanusiaan.” Pasal 28 D ayat (2) yang berbunyi “Setiap orang berhak untuk
bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan
kerja.” Oleh sebab itu,ASN sebagai sebuah profesi, maka segala hak dan
kewajiban ASN haruslah sama, adil dan
setara dengan segala macam jenis pekerjaan maupun bentuk kesejahteraan hidup
yang layak, bergizi baik, untuk memenuhi nutrisi otak dan jiwa raga serta
kesehatan, bagi dirinya, keluarganya maupun saudaranya.
Diskriminasi Profesi
Profesi PNS dalam kaitannya dengan pengejewantahan
UUD 1945 yakni hak untuk mendapatkan pekerjaan yang layak dan hak untuk
memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan, sebagaimana yang dijamin
dalam Pasal 27 ayat (1) “Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam
hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan
tidak ada kecualinya.” Dan Pasal 28 (D) ayat (3) yang berbunyi “Setiap warga
negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan.” Maka profesi
PNS untuk memperoleh Tunjangan Kinerja adalah
hak azazi yang tidak boleh dibatasi atau disingkirkan dan diamputasi
oleh Pemerintah dan Menteri Ristek Dikti.
Akibat
pemberlakuan Perpres No 138 tahun 2015 dan Permen Dikti No. 49 tahun 2015
terhadap Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 pasal 80 ayat (1),(2), dan(3),
menimbulkan konsekuensi diskriminasi
terhadap persamaan hak didepan hukum dan pemerintahan bagi PNS Tendik PTN BH.
Pada Tahun 2015
dalam Perpres dan Permen Dikti bukan suatu kado yang baik untuk pegawai Tendik
PTN BH. Hal ini menimbulkan pertanyaan mendasar bagi keberadaan profesi PNS
pada umumnya, dan khusus PNS Tendik PTN
BH ITB, mengapa untuk PNS tendik PTN
BH harus dikebiri? dalam tataran kesetaraan saja sudah terjadi
diskriminalisasi, disini sangat terlihat perlakuan yang tidak adil dan tidak
sama perlakuannya dengan profesi lainnya, yang sama-sama status PNS/ASN yang
berlebel satker PTN. Mengapa hak azazi untuk memperoleh kesempatan yang sama
dalam pemerintahan diamputasi dan didiskriminasi ? ini adalah bentuk
pelanggaran hukum dan penzaliman yang luar biasa yang disematkan untuk PNS tendik PTN BH, dalam Perpres No.
138,tahun 2015, ini ironis sekali terutama pasal 3 Tunjangan Kinerja
sebagaimana dimaksud dalam pasal 2, tidak diberikan kepada : huruf (h) pegawai pada
Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum. Begitu pula dalam Permen Dikti N0, 49
tahun 2015.pasal 3 pegawai PTN BH tidak termasuk kedalam kelas jabatan
untuk mendapatkan TUKIN. Bahwa PNS/ASN
tendik PTN BH tidak dilindungi baik oleh
Perpres maupun Permen Dikti tsb diatas, ini adalah suatu pelanggaran terhadap UU No.
5 tahun 2014, apabila terjadi
pelanggaran pasti harus ada sanksi, seperti apabila PNS melanggar
aturan maka PNS/ASN tersebut akan dipanggil dan diproses secara hukum, dan akan
dikenakan sanksi. kita sudah melihat fakta bahwa para pengambil kebijakan yang
menerbitkan Perpres dan Permen Dikti tersebut diatas pantas untuk mendapatkan
Sanksi, karena Perpres dan Permen Dikti telah menendang/
menyingkirkan PNS Tendik PTN BH dari persamaan untuk mendapatkan HAK Tunjangan Kinerja. Bagaimana para
PNS Tendik PTN BH akan sejahtera dan mendapatkan keadilan apabila TUKIN disingkirkan dari
percaturan peningkatan Kesejahteraan
PNS tendik PTN BH, Padahal
dalam UU No. 5 Tahun 2014 pasal 2 tertulis : Penyelenggaraan kebijakan dan
Manajemen ASN berdasarkan pada asas: kepastian hukum; profesionalitas;
proporsionalitas;.keterpaduan; delegasi;.netralitas; akuntabilitas; efektif dan
efisien; keterbukaan; nondiskriminatif; persatuan dan kesatuan; keadilan dan
kesetaraan; dan kesejahteraan, dari azas-azas tersebut tidak ada satupun yang
merekomendasikan kebijakan dan manajemen ASN,
azas-azas tersebut juga terjadi pelanggaran ,yaitu adanya perbedaan yang sangat kentara baik dari segi
golongan,ras, dll, antara Satker PTN dengan PTN BH, jelas hal ini juga
melanggar Dasar Negara
kita yaitu sila ke 5 dari
PANCASILA.
Perbandingan profesi yang ada di Indonesia, yang
sudah jelas diatur dalam UU, berbeda sekali perlakuan yang disematkan bagi
profesi PNS tendik PTN BH yang mana jenis, materi dan subjek hukumnya sangat
sama yakni untuk melayani publik.
Perbandingan jenis profesi ini akan sangat panjang
dan akan semakin kelihatan diskriminasinya jika kita tambah perbandingannya
dengan berbagai macam jenis profesi lainnya yang tidak atau belum diatur oleh
Undang Undang, seperti profesi pengusaha, profesi buruh, profesi petani, dan
sebagainya. Adanya diskriminasi terhadap jenis profesi ini, maka bagi PNS
menimbulkan akibat hukum yakni terjadinya pelanggaran dan pengingkaran terhadap
hak azazi PNS sebagai warga negara sebagaimana yang dijamin oleh UUD 1945
yakni, Pasal 28 I ayat (2) yang berbunyi : “Setiap orang berhak bebas dari
perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apa pun dan berhak mendapatkan
perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu.”
Sampai kiamatpun para pegawai Tendik
PTN BH tidak akan menerima Tunjangan Kinerja untuk meningkatkan tingkat
kesejahteraan diri pribadinya, anak – isteri, dan saudara apabila kita masih
terpasung, oleh kearogansian para pengambil kebijakan.Karena itu seyognya Perpres dan Permen ini perlu dikaji kembali oleh segenap birokrat dan pengambil kebijakan jika ingin membangun bangsa ini dalam koridor keadilan, kesetaraan, kesejahteraan dan kebersamaan, antara Satker PTN dengan PTN BH yang sama-sama menciptakan dan mencerdaskan anak bangsa, menuju gerbang kehidupan dan kesejahteraan Republik ini, dengan merevisi Perpres No 138 dan Permendikti No. 49 tahun 2015.apabila ini dibiarkan dan tidak ada perbaikan, maka perlu diperjelas secara tertulis dialih suarakan ungkapan yang sejelas-jelasnya. Apa kelebihan dari Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum untuk PNS/ASN tendiknya. Saat ini yang paling utama dan segera adalah merevisi Permendikti No. 49 Tahun 2015,untuk mendapatkan pengakuan secara hukum memperoleh Tunjangan Kinerja pegawai Tendik PTN BH, selanjutnya merevisi Perpres No. 138 tahun 2015.pasal 3 ayat (1) huruf h.